Arah Baru Kebijakan Hukum Bagi Pedagang Kecil
Oleh : Fahri Muhammad Alpa Rijki
Mahasiswa Fisip Ilmu Politik USK
Berdasarkan konteks waktunya berlakunya, hukum di Indonesia dibedakan menjadi dua jenis yakni Ius Constitutum dan Ius Constituendum. Ius Constitutum, yang juga dikenal sebagai hukum positif, adalah hukum yang berlaku pada waktu tertentu (saat ini) dalam masyarakat tertentu dan di wilayah tertentu. Hal ini berarti bahwa hukum tersebut mencerminkan apa yang dianggap baik oleh masyarakat pada waktu dan tempat tertentu. Namun, apa yang dianggap baik oleh masyarakat dalam konteks ini mungkin tidak lagi dianggap sesuai jika diterapkan di waktu, tempat atau masyarakat yang berbeda.
Sementara itu, Ius Constituendum adalah hukum yang diharapkan atau dicita-citakan untuk diberlakukan di masa depan guna mengatasi kebuntuan hukum dalam kehidupan masyarakat. Definisi lainnya merupakan hukum yang diidealkan oleh masyarakat dan negara, namun belum menjadi norma dalam bentuk undang-undang atau ketentuan lain yang diharapkan akan berlaku di masa depan (Prakoso, 2017). Idealnya, hukum ini dirancang untuk berlaku dalam jangka waktu yang lama dan dapat diterima oleh seluruh lapisan masyarakat. Setelah Ius Constituendum ditetapkan menjadi undang-undang, ia akan berubah status menjadi Ius Constitutum. Namun, seiring berjalannya waktu, hukum ini mungkin memerlukan perubahan atau pencabutan agar tetap relevan dengan perkembangan zaman.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa Ius Constitutum saat ini adalah Ius Constituendum dari masa lalu. Kedua istilah ini digunakan sebagai pedoman untuk menentukan periode keberlakuan suatu undang-undang. Pemahaman yang jelas tentang kedua konsep ini sangat penting bagi para ahli hukum dalam merancang dan menginterpretasikan regulasi hukum yang dinamis. Perkembangan ekonomi di Indonesia saat ini, yang ditandai dengan inflasi, telah menurunkan daya beli masyarakat, terutama bagi mereka yang berada dalam kelompok ekonomi lemah. Kenaikan harga barang dan jasa selama periode ini menyebabkan meningkatnya biaya hidup serta perlunya perhatian khusus pada peran hukum dalam memastikan pemenuhan kebutuhan ekonomi bagi semua lapisan masyarakat.
Ahli hukum Roscoe Pound berpendapat bahwa hukum berfungsi sebagai alat untuk rekayasa sosial dan pengendalian sosial. Hukum diciptakan untuk menghasilkan harmonisasi dan keserasian, sehingga dapat secara optimal memenuhi kebutuhan dan kepentingan manusia dalam masyarakat (Rahmawati dkk., 2023). Keadilan berfungsi sebagai standar untuk penyesuaian yang harmonis dan adil dalam memenuhi kepentingan anggota masyarakat. Dalam konteks ini, untuk mengembangkan ekonomi pedagang kecil, Dewan Perwakilan Rakyat, sebagai lembaga yang menjalankan fungsi legislasi, harus peka dan mampu mewujudkan Ius Constituendum. Mereka perlu merancang undang-undang anti-monopoli yang mengakomodasi semua sektor usaha, termasuk pedagang kecil di pasar-pasar tradisional.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dianggap sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini karena lebih fokus pada pengaturan persaingan antara pelaku usaha besar. Oleh karena itu, lembaga perwakilan rakyat perlu menyusun rancangan perubahan undang-undang tersebut atau membuat undang-undang baru untuk menggantikannya. Rancangan undang-undang yang diinisiasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagai Ius Constituendum harus mampu mengakomodasi keadilan dalam berusaha, sesuai dengan harapan rakyat. Hal ini juga merupakan implementasi dari Pasal 27 Ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Konsekuensinya, negara melalui aparaturnya harus memberikan kesempatan yang sama kepada semua warga negara tanpa diskriminasi dalam memperoleh pekerjaan sesuai dengan keinginan dan kemampuan mereka.
Oleh karena itu, agar maksud tersebut dapat tercapai, Dewan Perwakilan Rakyat yang memiliki fungsi legislasi harus berpikir visioner untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia melalui pembuatan regulasi-regulasi yang bermanfaat bagi generasi mendatang. Untuk mewujudkan kondisi yang diinginkan, berdasarkan norma umum yang telah diatur dalam UUD 1945, diperlukan tindak lanjut melalui aturan hukum turunan yang mampu memberikan perlindungan bagi masyarakat ekonomi lemah dalam mengembangkan usahanya. Hal ini sangat penting dilakukan karena laju pembangunan yang cepat seringkali membuat pengusaha dari golongan ekonomi lemah kesulitan mengikuti perubahan yang terjadi.
Selain itu, situasi politik yang kurang stabil pada tahun politik ini semakin memperburuk kehidupan masyarakat ekonomi lemah dalam memperoleh biaya hidup yang memadai. Keadaan ini memperburuk posisi pengusaha ekonomi lemah dibandingkan dengan pengusaha besar yang menguasai ekonomi dengan posisi monopolistik, sehingga dapat mematikan usaha-usaha kecil. Ketimpangan yang ada telah menciptakan ketidakadilan ekonomi yang menyebabkan ketidaksetaraan sosial, di mana sebagian kecil masyarakat yang kaya menguasai mayoritas sumber daya ekonomi, sementara warga miskin menjadi semakin terpuruk. Kondisi ini terlihat dari lonjakan harga beras yang tinggi, diikuti oleh kenaikan harga barang-barang pokok lainnya, yang semakin membebani masyarakat miskin.
Salah satu cara paling efektif untuk mengatasi masalah ini adalah dengan segera memberlakukan aturan hukum yang mampu mengatur pemerataan usaha secara adil bagi semua warga masyarakat, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka. Rancangan undang-undang sebagai Ius Constituendum yang diusulkan oleh para wakil rakyat di DPR diharapkan dapat berfungsi sebagai pelindung bagi orang-orang berpenghasilan rendah dari dominasi pengusaha besar yang menguasai sektor ekonomi di Indonesia.
Pemerataan kesempatan berusaha melalui regulasi yang efektif untuk menciptakan distribusi pendapatan yang lebih adil dan menghilangkan kekuatan monopolistik dari para pelaku usaha besar sangat diperlukan dalam menghadapi inflasi saat ini. Perlindungan hukum yang tegas harus memberikan peluang kepada golongan ekonomi lemah untuk bangkit melalui usaha-usaha kecil mereka. Peraturan hukum tersebut harus difokuskan pada pengembangan usaha masyarakat ekonomi lemah yang beroperasi di pasar-pasar tradisional, sehingga konsumen tertarik untuk berbelanja pada pedagang kecil yang menjajakan barang dagangannya di pasar-pasar tersebut.
Untuk mencapai hal ini, perlu adanya pembatasan yang ketat terhadap mal dan supermarket dalam menjual barang-barang kebutuhan sehari-hari, seperti sayuran dan bahan dapur lainnya, agar konsumen lebih memilih membeli dari pedagang di pasar-pasar tradisional. Selain itu, peraturan kebersihan yang ketat harus diterapkan baik pada barang dagangan maupun lokasi perdagangan.
Selain itu, perlu disediakan fasilitas yang memadai agar pedagang dan pembeli merasa nyaman dan aman dalam bertransaksi. Dengan pengaturan yang baik, semua pihak dapat menjalankan usahanya dengan lancar tanpa merasa terdiskriminasi, dan dapat bersama-sama berusaha untuk menghidupi keluarga mereka dengan layak.
Keberadaan pedagang kecil memiliki peran penting dalam perekonomian dan kehidupan sosial masyarakat. Pedagang kecil membantu meringankan beban negara dalam beberapa cara berikut:
1. Penyediaan Lapangan Kerja: Pedagang kecil menciptakan peluang kerja bagi diri mereka sendiri dan kadang-kadang juga bagi orang lain. Dengan adanya banyak pedagang kecil, tingkat pengangguran dapat berkurang, karena mereka mampu menyediakan lapangan pekerjaan, baik untuk diri sendiri maupun untuk keluarga dan komunitas mereka.
2. Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari: Pedagang kecil sering menjual barang-barang kebutuhan pokok yang penting bagi kehidupan sehari-hari masyarakat, seperti makanan, pakaian, dan barang-barang rumah tangga. Ini berarti mereka memainkan peran penting dalam memastikan bahwa kebutuhan dasar masyarakat terpenuhi.
3. Stabilitas Ekonomi Lokal: Dengan menjual produk-produk lokal dan seringkali bersumber dari produsen lokal, pedagang kecil membantu menjaga stabilitas ekonomi di tingkat lokal. Mereka menjadi bagian penting dari ekonomi lokal yang dinamis dan berkelanjutan.
Tugas pemerintah dalam konteks ini adalah untuk mendukung dan melindungi pedagang kecil melalui beberapa langkah kunci:
1. Pengaturan Ketersediaan Bahan Pokok: Pemerintah harus memastikan bahwa bahan pokok yang dijual oleh pedagang kecil selalu tersedia. Ini bisa melibatkan kebijakan distribusi yang adil dan efisien serta subsidi atau dukungan lainnya yang memastikan pedagang kecil dapat mengakses stok yang cukup.
2. Pengendalian Harga: Harga barang-barang pokok yang dijual oleh pedagang kecil harus tetap terjangkau bagi masyarakat. Pemerintah perlu mengatur harga pasar untuk mencegah inflasi yang tidak terkendali dan memastikan harga barang-barang ini tidak terlalu tinggi sehingga tidak memberatkan konsumen, terutama masyarakat berpenghasilan rendah.
3. Mencegah Monopoli oleh Pedagang Besar: Pemerintah harus mengawasi dan mencegah pedagang besar yang beroperasi di pusat perbelanjaan mewah untuk memonopoli penjualan barang-barang pokok. Hal ini penting untuk memastikan pedagang kecil tetap kompetitif dan dapat beroperasi dengan baik tanpa terdesak oleh persaingan yang tidak adil dari perusahaan besar.
Dengan langkah-langkah ini, pemerintah dapat membantu memastikan bahwa pedagang kecil terus berperan penting dalam perekonomian, menyediakan lapangan kerja, dan memenuhi kebutuhan dasar masyarakat secara adil dan berkelanjutan. ***