Mahfud Akan Pimpin Rapat Atasi Gelombang Imigran Rohingya di Aceh
Jakarta – Menko Polhukam Mahfud MD akan menggelar rapat untuk membahas gelombang imigran Rohingya di Aceh, seperti Arahan Presiden Joko Widodo. Mahfud mengatakan yang akan memimpin pertemuan tersebut.
“Besok akan kami rapatkan bagaimana caranya mengembalikan ke negaranya melalui PBB. Karena ada perwakilannya yang mengurus pengungsi itu,” ujar Mahfud di Ponpes Ma’had Annida Al Islamy Bekasi, Jawa Barat, Senin (4/12) malam.
Mahfud juga menyinggung Komisariat Tinggi Urusan Pengungsi PBB (UNHCR) yang terkait dengan penanganan pengungsi. Dia menjelaskan Indonesia tidak ikut menandatangani konvensi PBB tentang para pengungsi itu.
Menurut Mahfud, Indonesia membuka tangan untuk terus membantu mereka berdasarkan rasa kemanusiaan.
“Orang Rohingya masuk ke sini jumlahnya sekarang sudah 1.447 dan itu terus bertambah karena gelombang pengungsi itu datang terus, Malaysia sudah tutup, Australia sudah tutup, sehingga Indonesia pun ikut tangan,” jelas Mahfud.
Mahfud menyebut sikap turun tangan yang terus menerus ini menjadikan Indonesia menjadi suatu kondisi. Ia mengatakan orang Aceh pun disebut telah menolak. Sementara itu, Riau dan Medan juga telah penuh.
Kondisi itu yang disebut bakal diarapatkan untuk dicari solusinya.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya mengatakan telah mencatat mahfud untuk mengatasi gelombang imigran pengungsi Rohingya yang mendarat di sejumlah pantai Provinsi Aceh sejak pertengahan November 2023.
Selain itu, Jokowi juga sudah mempertimbangkan agar masalah tersebut ditangani oleh pemerintah daerah setempat, serta UNHCR.
“Saya telah memerintahkan kepada Menko Polhukam untuk menangani bersama-sama dengan daerah, bersama-sama dengan UNHCR,” kata Jokowi di Landasan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Senin (4/12).
Per akhir November 2023, pengungsi Rohingya yang mendarat di Aceh Ditempatkan sementara di Lhokseumawe, dan tersisa hanya 507 orang dan tujuh orang yang kabur dari tempat penampungan. Lalu, 341 orang di Kabupaten Pidie tepatnya di Yayasan Mina Raya dan di Desa Kulee sebanyak 232 orang.
Terpisah, Kapolda Aceh Irjen Achmad Kartiko meminta UNHCR untuk bertanggung jawab atas gelombang pengungsi Rohingya yang datangan ke Aceh.
Achmad mengatakan dari hasil penyelidikan para pengungsi yang datang ke Aceh ini rata-rata memiliki identitas dari UNHCR yang berbahasa Bangladesh.
Sementara itu, warga Sabang melakukan unjuk rasa terkait keberadaan 139 orang pengungsi Rohingya yang datang pada gelombang kedua di wilayah itu, Sabtu (2/12). Mereka mendesak pihak terkait segera membawa pengungsi keluar dari Pulau Weh.
Aksi tersebut menunjukkan rasa kesal warga dengan sikap UNHCR dan Pemerintah Kota Sabang yang tidak mengakomodasikan aspirasi masyarakat, yaitu memindahkan pengungsi Rohingya ke daerah lain.
Bahkan warga yang sudah pitam mendatangi tenda pengungsi di lahan milik BPKS Sabang di Balohan dan mengangkut warga Rohingya menggunakan kendaraan umum menuju kantor Wali Kota setempat, pada Senin (4/12).
“Ya dipindahkan paksa sama warga (ke kantor wali kota) karena memang dari awal kedatangan Rohingya itu warga menolak,” kata Pj Kepala Desa Balohan Rusli saat dikonfirmasi.
Demo warga juga terjadi di Depan Kantor Walikota Sabang. Saat itu, warga mendesak pemerintah setempat mengembalikan pengungsi Rohingya itu kembali ke laut.
Unjuk rasa dan penolakan itu turut mendorong penilaian bahwa pengungsi Rohingya berperilaku buruk dan tidak menghargai aturan setempat.
Kepala Bagian Prokopim Pemko Sabang Ady Kamal mengonfirmasi pengungsian Rohingya ditolak warga, khususnya Desa Ie Meulee dan Balohan. Untuk menyikapi hal tersebut telah bertemu dengan perwakilan UNHCR.
Dari kesepakatan itu, pengungsi Rohingya akan ditempatkan di Dermaga CT-1 Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) untuk sementara waktu. “Ini sifatnya hanya sementara,” ujar Ady.
Terkait penanganan etnis Rohingya yang telah berlabuh di Pulau Weh, tidak akan menganggarkan atau mengeluarkan biaya untuk mencukupi kebutuhan para pengungsi.
“Pemko tidak mengeluarkan sepeserpun untuk mereka, baik yang kemarin masuk maupun yang pertama di Ujong Kareung sebelumnya. Pemko hanya memberikan bantuan kemanusiaan pada saat mereka tiba pertama kali,” katanya.
Ady mengatakan, BPKS tidak pernah menyediakan apapun kebutuhan mereka dalam penanganan pengungsi Rohingya ini. Sejauh ini, pembiayaan ditanggung sepenuhnya oleh UNHCR.
“Setelah rapat koordinasi dengan Forkopimda, memutuskan untuk memberikan waktu kepada UNHCR untuk berkoordinasi lebih lanjut ke Kemenkopolhukam terkait penanganan selanjutnya,” kata Ady Akmal.
Sementara itu, Protection Associate UNHCR Faisal Rahman mengatakan bahwa ia akan bertanggung jawab penuh terhadap para pengungsi Rohingya tersebut, baik dalam hal biaya yang dibutuhkan, kebutuhan dasar, kesehatan, dan lain sebagainya.
“Jadi semua penanganan yang dilakukan itu, menjadi tanggung jawab kami dari UNHCR dengan lembaga mitra kami, seperti IOM dan lainnya. Semaksimal mungkin kami mengusahakan tidak membebankan biaya kepada pemerintah,” ujarnya. ***
Sumber : cnnindonesia.com