Komoditas “Suara Rakyat” Bisnis yang Menguntungkan Menjelang Pemilukada

 Komoditas “Suara Rakyat” Bisnis yang Menguntungkan Menjelang Pemilukada

Banda Aceh, HabaBerita.com – Dalam ekonomi pasar bebas, apa pun bisa menjadi komoditas selama memiliki nilai jual. Hari-hari ini, menjelang Pemilukada, ada satu komoditas yang nilai jualnya tiba-tiba meroket tinggi: suara rakyat.

Pasar jual-beli suara biasanya semakin ramai mendekati pemilu, bahkan pagi hari sebelum pemungutan suara, sehingga memunculkan istilah beken ”serangan fajar”. Sesuai analoginya, ada kandidat yang berusaha membeli suara dan ada rakyat yang sengaja ataupun tidak sengaja menjualnya.

Dengan kondisi saat ini yang menganggap beli ataupun jual suara menjadi suatu hal yang normal, para pelaku akan mematok tarif per-suara sekian dan untuk pembagi sekian.

Hal tersebut menjadi suatu komoditas yang menggiurkan pasalnya dengan tidak bermodalkan apa-apa seseorang bisa menjalankan komoditas tersebut dengan keuntungan yang luar biasa.

Simulasi komoditas suara rakyat yang telah di jalankan hari-hari ini.
– Pembeli adalah Calon-calon yang maju pada kontestasi politik.
– Penjual adalah rakyat yang menjadi tim sukses salah satu kandidat
– Komoditas adalah suara-suara masyarakat yang tidak tau menahu mengenai sosok kandidat yang dipilihnya

Praktik komoditas “suara rakyat” yang terus dinormalisasi pada akhirnya menghasilkan ”pemilukada pasar bebas” yang mahal, dengan modal menjadi penentu kemenangan. Politik berbiaya tinggi itu melanggengkan korupsi saat menjabat demi mendapat balik modal—momok utama yang menghambat pertumbuhan ekonomi.

Kesejahteraan masyarakat juga ikut terenggut. Komoditas “suara rakyat” yang masif membuat kandidat merasa harus balas budi kepada warga, tim sukses, atau tim bisik “tim s’ah” yang telah membantunya saat kampanye.

Akhirnya, pembagian bantuan sosial dan subsidi lain oleh pemerintah daerah saat menjabat menjadi tidak adil dan salah sasaran. Bahkan, bantuan sosial yang semestinya untuk kesejahteraan rakyat pun bisa ikut dikorupsi.

Alih-alih mendapat pemimpin yang berkapasitas dan berintegritas, masyarakat mendapat pemimpin yang permisif terhadap korupsi.

Oleh karena itu, perlu kesadaran masif di semua lini untuk menganggap komoditas “suara rakyat” sebagaimana mestinya: sebagai praktik korupsi, kejahatan pidana, dan musuh bersama. Dari regulator, penegak hukum, partai dan kandidat, pengusaha yang biasanya jadi pemodal, sampai masyarakat. ***

Redaksi

http://hababerita.com

Lihat Dunia Lebih Dekat

Related post