DPRD Bukan Eksekutor !!! FORKIM Minta KPK Hadir Di DPRD Kota Bekasi #2024 Ganti Wakil Rakyat

 DPRD Bukan Eksekutor !!! FORKIM Minta KPK Hadir Di DPRD Kota Bekasi #2024 Ganti Wakil Rakyat

Koordinator FORKIM, Mukyadi. (Dok : Istimewa)

 

Jakarta, HabaBerita.com – Koordinator Forum Komunikasi Intelektual Muda Bekasi (FORKIM), Mulyadi meminta kepada KPK untuk hadir di DPRD Kota Bekasi. Dengar hestek #2024GantiWakilRakyatKotaBekasi.

 

Mulyadi Kordinator FORKIM dalam keterangan press yang diterima HabaBerita.com, menyampaikan, Proses penyusunan dan pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan sektor paling rawan untuk dikorupsi. “Proses ini seakan menjadi lahan basah bagi para koruptor khususnya di kota bekasi,” katanya.

 

Menurut Mulyadi tugas legislator dalam penyampaian pokok-pokok pikiran kepada eksekutif, mempersiapkan rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah sudah sepatutnya dijalankan secara wajar.

 

“Karena melihat kondisi kota Bekasi telah diterjang Tsunami kasus korupsi pada 5 Januari 2022 walikota Bekasi Non aktif Rahmat Effendi, lalu masih tertancap dalam ingatan masyarakat kota Bekasi,” ujar Mulyadi mengingatkan.

 

Kasus korupsi “berjamaah” Mulyadi meminta kepada KPK untuk hadir di kota Bekasi Persoalan Pokok Pikiran (Pokir) anggota DPRD tahun 2019 – 2022 karena diduga ada penyelewengan aliran dana pokir yang dilakukan oleh anggota DPRD kota Bekasi.

 

“Kita menilai bahwa DPRD merupakan lembaga yang tidak bisa menghasilkan sesuatu yang berkualitas karena produknya buruk semua,” tandasnya.

 

Mulyadi menyampaikan adanya dugaan anggota legislatif DPRD kota Bekasi terlibat karena kasus suap pembahasan APBD serta jual beli berpengaruh dalam batas penalaran yang wajar, sulit terkadang ketika ingin memutus mata rantai praktik-praktik koruptif terhalang dengan berbagai sistem dan regulasi.

 

“Anggota legislatif seharusnya kalau mendiskusikan sesuatu dia harus berpikirkan tidak boleh tidak berpikir, tapi sekarang itu harus dibayar khusus ada uang pokok pikiran, memang seperti itu agak aneh,” ucap Mulyadi.

 

Pada kebijakan Pokir anggota DPRD, kata Mulyadi menambahkan ebetulnya, sebagian besar masyarakat tidak banyak tahu perihal pokir. Sebab, yang diketahui selama ini oleh masyarakat hanya masa reses, di mana para anggota dewan bekerja di luar gedung parlemen dengan menjumpai konstituen di daerah pemilihannya (dapil) guna menyerap aspirasi masyarakat.

 

“Dulu, hal tersebut dikenal dengan istilah dana aspirasi. Dalam perkembangannya, memang masa reses ini menjadi dasar dalam pembentukan pokir di daerah. Di mana, kebijakan itu disalurkan dalam bentuk dana yang disebut sebagai dana pokir sebagai bentuk perhatian anggota DPRD kepada konstituennya dalam rangka percepatan pembangunan sekaligus menjaring aspirasi di masing-masing dapilnya,” jelas Mulyadi.

 

Jika diulas secara komprehensif,  terang Mulyadi, dalam kerangka normanya istilah pokir ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

 

Di mana, menurut Pasal 55 huruf (a) PP Nomor 16 Tahun 2010 tersebut menjelaskan bahwa salah satu tugas Badan Anggaran DPRD adalah memberikan saran dan pendapat berupa pokok-pokok pikiran DPRD kepada Kepala Daerah dalam mempersiapkan rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah paling lambat 5 (lima) bulan sebelum ditetapkannya APBD.

 

“Hal itu juga tidak diindahkan oleh DPRD sebagai lembaga representatif daerah sebab DPRD ditamengi oleh Pasal 55 huruf (a) Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 tersebut,” tegasnya.

 

Seharusnya, Pasal 55 huruf (a) Peraturan Pemerintah tersebut secara langsung harus lurus sejak diberlakukannya Putusan MK Nomor 35/PUU-XI/2013. “Jika kebijakan tersebut tetap dijalankan, tentu akan merugikan keuangan negara dan anggaran yang dianggarkan juga tidak proporsional,” lanjut terang Mulyadi.

 

Karena sesungguhnya kebijakan untuk mengeksekusi sebuah anggaran adalah murni kekuasaan eksekutif.secara harfiahnya tugas dan fungsi DPRD sudah jelas dalam konstitusi yaitu fungsi legislasi, pengawasan, dan anggaran.

 

“Salah satu fungsi yang seringkali mengalami benturan itu adalah fungsi anggaran,” tutupnya. (MD)

Redaksi

http://hababerita.com

Lihat Dunia Lebih Dekat

Related post