Dirjen Dukcapil Prof Zudan: Lembaga Yang Manfaatkan Data Kependudukan Berkembang Pesat
Dirjen Dukcapil Prof Dr Zudan Arif Fakrulloh SH MH. (Dok : Pribadi)
Jakarta, HabaBerita.com – Sampai dengan bulan April 2022 sudah ada 5020 lembaga pengguna Pusat dan organisasi perangkat daerah yang bekerjasama dengan Ditjen Dukcapil Kemendagri untuk verifikasi data kependudukan. Lembaga tersebut antara lain perbankan, asuransi, pasar modal, kampus, pemerintah daerah dan rumah sakit, perusahaan pembiayaan, perusahaan tanda tangan elektronik dan lain-lain.
Hal diungkapkan oleh Dirjen Dukcapil Prof Dr Zudan Arif Fakrulloh SH MH kepada media, Senen (2/5/2022).
“Saya sebagai Dirjen Dukcapil sejak tahun 2015 mendorong secara massif pemanfaatan data kependudukan untuk semua keperluan dalam pembangunan. Ketika saya mengawali menjadi Dirjen Dukcapil Kemdagri tanggal 1 Juli 2015, baru ada sekitar 30 lembaga pengguna yang Kerjasama dengan Dukcapil Kemendagri,” tambahkan Zudan.
Dikatakannta bahwa Kementerian Dalam Negeri diberikan tugas oleh Presiden untuk melakukan tata Kelola administrasi kependudukan termasuk dalam pemanfaatan data kependudukan.
Kementerian Dalam Negeri berdasarkan amanat Pasal 58 ayat (4) Undang-Undang Nomor 24 tahun 2013 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan memperoleh mandat untuk melakukan integrasi data dan interoperabilitas data untuk semua keperluan antara lain untuk: 1. pelayanan publik; 2. perencanaan pembangunan; 3. alokasi anggaran; 4. pembangunan demokrasi; dan 5. penegakan hukum serta pencegahan kriminal.
“Saat ini sudah terbangun big data Kependudukan Indonesia dengan populasi terbesar ke 4 di dunia setelah China, India dan USA,” ungkap Zudan.
Jumlah penduduk Indonesia pada yang ada dalam big data tersebut per 30 Desember 2020 berjumlah 271,349,889 jiwa, terdiri dari laki-laki sejumlah 137,119,901 jiwa dan perempuan sejumlah 134,229,988 jiwa serta Keluarga sejumlah 86.437.053.
Sesuai Pasal 58 ayat (4) UU 24 Tahun 2013, inilah satu data kependudukan yang berisi 31 elemen data kependudukan antara lain: no.kk, nik, nama, tempat lahir, tanggal lahir, pekerjaan, status perkawinan, kewarganegaraan, nama ibu, nama bapak, golongan darah dan lain-lain.
NIK Sebagai Kode Referensi Tunggal
Diingatkannya, Dalam Satu Data Kependudukan Indonesia, Nomor Induk Kependudukan (NIK) merupakan kode referensi tunggal artinya adalah NIK merupakan Identitas Tunggal dalam Administrasi Kependudukan. NIK yang dicantumkan dalam setiap dokumen kependudukan dan dijadikan sebagai dasar penerbitan paspor, SIM, NPWP, polis asuransi, sertifikat tanah, rekening bank, kartu pra kerja, kartu BPJS dan dokumen lainnya adalah kunci utama dalam sinkronisasi dan berbagi pakai data antar instansi dan pemerintah daerah.
Pasal 64 ayat (2), (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 menjadi dasar NIK sebagai nomor identitas tunggal dan integrasi data nasional berbasis satu data kependudukan. NIK pada Pasal 64 ayat (1) menjadi nomor identitas tunggal untuk semua urusan pelayanan publik dan pada ayat (3) diamanatkan bahwa Pemerintah menyelenggarakan semua pelayanan publik dengan berdasarkan NIK. Pada ayat (4) dimanatkan bahwa Untuk menyelenggarakan semua pelayanan publik, Pemerintah melakukan integrasi nomor identitas yang telah ada dan digunakan untuk pelayanan publik paling lambat 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang ini disahkan. UU Adminduk ini disyahkan pada tahun 2013.
“Pasal inilah yang kemudian mendorong Kemendagri melalui Dukcapil mengawali pemanfaatan NIK dan verifikasi pemanfataan data dengan berbagai Lembaga pengguna. Inilah mandat yang diterima oleh Kementerian Dalam Negeri melalui Dukcapil untuk melakukan pemanfaatan data kependudukan untuk berbagai keperluan,” tandas Zudan.
“Atas dukungan dari Menteri Dalam Negeri Bapak Tjahjo Kumolo (2014-2019) dan Menteri Dalam Negeri Bapak HM Tito Karnavian (2019-sekarang), lembaga yang bekerjasama dengan Dukcapil Kemendagri tumbuh sangat pesat mencapai 5020 lembaga pengguna,” kata Zudan lagi.
Sejalan dengan kerangka regulasi tersebut, ujar Zudan, pada tahun 2021 Pemerintah bersama DPR menyetujui UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang dalam Pasal 10 ayat (2) mengatur secara eksplisit penggunaan NIK sebagai Pengganti Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
Big Data kependudukan sampai dengan saat ini sudah digunakan untuk keperluan penyusunan data potensial pemilih Pemilu, Pilkada dan Pilkades, baseline data Sensus Penduduk Tahun 2020, dasar perhitungan DAU, Dana Desa dan DAK, verifikasi dan validasi data bantuan sosial dan subsidi.
Selain itu, Kementerian Dalam Negeri juga telah melakukan sinkronisasi data untuk bantuan sosial dan subsidi meliputi data bantuan sosial dari Kementerian Sosial, Kementerian Pertanian, Kemenko UKM, PLN, BPJS Kesehatan yang kemudian diintegrasikan juga dengan data NPWP dari Ditjen Pajak, data ASN dari BKN, data Pendidikan di sekolah Keagamaan/Pesantren (EMIS) dari Kemenag, data Dapodik dari Kemendikbud, data kepemilikan sertifikat tanah dari ATR/BPN, data kepemilikan kendaraan dari Polri dan data vaksin Covid-19 dari Kementerian Kesehatan.
“Dalam perkembangan selanjutnya Pemerintah Republik Indonesia menerbitkan Peraturan Presiden nomor 83 tahun 2021 yang dalam Pasal 3 dan 4 mewajibkan semua penyelenggara pelayanan publik wajib mencantumkan NIK dan NPWP,” ungkap Zudan lagi.
Bagi masyarakat yang belum punya NPWP wajib mencantumkan NIK untuk setiap pelayanan publik, bagi yang sudah punya NPWP mencantumkan NIK dan NPWP. Untuk badan hukum wajib mencantumkan NPWP. Tentu saja Perpres ini merupakan bagian konkrit untuk menjabarkan Pasal 64 UU nomor 24 tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan.
Pemanfaatan Data Di Daerah
Dalam hubungannya dengan daerah, menurut Zudan, untuk satu data kependudukan ini merupakan urusan pemerintahan konkuren yang dikerjakan bersama oleh Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota sesuai dengan batas kewenangan masing-masing.
Terkait dengan penggunaan data kependudukan oleh daerah termasuk dalam kategori masih kurang karena baru ada 2600 OPD yang bekerjasama untuk akses data. Berarti satu daerah rata-rata baru 5 OPD, padahal potensinya ada sampai 15 OPD. Rata-rata OPD di Indonesia Timur belum mengakses data dukcapil.
Data kependudukan merupakan data paling dinamis karena termutakhirkan setiap saat melalui pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil. Transaksi lahir, mati, pindah dan datang setiap harinya akan terupdate langsung dari daerah ke pusat. Perubahan status kependudukan yang diakibatkan oleh transaksi data kependudukan tersebut dapat digunakan untuk memutakhirkan data pelanggan/ nasabah/kepesertaan yang dimiliki oleh Industri, K/L dan Pemda. ***