Pandangan Akademisi Terkait Perangkat Desa Rangkap Jabatan PPS
Oleh : Adam Sani, S.HI., M.H
(Dosen Ilmu Hukum Univ.Teuku Umar)
Perihal polemik perangkat desa/ gampong dan tuha peut gampong menjadi anggota PPS di Kabupaten Nagan Raya pasca adanya Surat Edaran PJ. Bupati Nagan Raya nomor 414.2/28/2023 tanggal 27 januari 2023 perihal Pembinaan kepada keuchik, perangkat gampong dan Lembaga Tuha Peut gampong yang merangkap jabatan. Surat edaran ini menuai berbagai macam pandangan yang diarahkan terhadap perangkat gampong dan tuha peut gampong yang merangkap jabatan PPS.
Ketua KIP Nagan Raya (Muhammad Yasin) menyampaikan bahwa merujuk pada Surat Edaran Pj Bupati Nagan Raya maka bagi perangkat gampong dan Tuha Peut Gampong yang terlanjur menjadi penyelenggara pemilu (PPS) maka harus memilih salah satu antara perangkat gampong atau penyelenggara pemilu. Hal yang menarik menurut saya pelarangan rangkap jabatan perangkat gampong dan tuha peut menjadi PPS disampaikan setelah banyak PPS yang lulus dari perangkat gampong atau tuha peut. Hal ini menjadi kerugian baik materil maupun formil bagi mereka yang sudah terpilih menjadi PPS.
Pertanyaannya apakah surat edaran PJ.Bupati Nagan Raya berlaku surut?
Disisi lain Kepala Dinas DPMGP4 Nagan Raya (Damharius) juga menyebutkan berdasarkan Surat Edaran PJ. Bupati Nagan Raya bahwa tuha peut dan aparatur gampong dilarang rangkap jabatan serta menerima sumber gaji dari sumber yang sama. Hal yang lebih ekstrem lagi menurut saya pernyataan Kepala Dinas ini meminta kepada Keuchik agar tidak mengizinkan aparatur gampong merangkap jabatan baik diperusahaan, tenaga lepas atau tenaga kerja lainnya. Pertanyaannya apakah cukup gaji/honor perangkat gampong untuk membiayai kebutuhan keluarga yang semakin hari semakin meningkat.
Ini berpotensi terjadi korupsi di lingkungan pemerintahan gampong!
Perlu dicermati bahwa Surat Edaran PJ. Bupati Nagan Raya nomor 414.2/28/2023 tanggal 27 januari 2023 perihal Pembinaan kepada keuchik, perangkat gampong dan Lembaga Tuha Peut gampong yang merangkap jabatan, merupakan turunan dari SE Gubernur Nomor 414.2/350 tanggal 9 Januari 2023 yang ditujukan kepada Bupati/Walikota Se-Aceh perihal pembinaan kepada Keuchik, Perangkat Gampong dan lembaga Tuha Peut Gampong yang merangkap jabatan. Keberadaan surat edaran ini hanyalah pembinaan untuk mempertegas bunyi Pasal 29 dan pasal 51 huruf I Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa yang memuat larangan rangkap jabatan bagi kepala desa dan perangkat desa serta Pasal 26 huruf f Permendagri Nomor 110 Tahun 2016 Tentang badan permusyawaratan Desa yang memuat larangan rangkap jabatan bagi Badan permusyawaratan Desa(Tuha peut).
Jika merujuk pada Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa dan Permendagri Nomor 110 Tahun 2016 Tentang Badan Permusyawaratan Desa, larangan rangkap jabatan bagi kepala desa (keuchik) perangkat desa dan badan Permusyawaratan Desa (Tuha Peut) yaitu pada jabatan Anggota Badan permusyawaratan Desa bagi kepala desa, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota dan Jabatan lain yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
Artinya, tidak ada klausul secara khusus melarang rangkap jabatan untuk penyelenggara pemilu ad hoc (PPS) namun ada frasa di jabatan lain yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan, menurut saya frasa inilah yang dimaknai oleh beberapa kalangan termasuk KIP dan DPMGP4 Nagan Raya sebagai larangan rangkap jabatan perangkat gampong menjadi PPS.
Menurut hemat saya makna di jabatan lain yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan bukanlah semua jabatan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang ada akan tetapi secara hukum harus dimaknai sebagai jabatan tertentu dalam peraturan lain dilarang dijabat oleh kepala desa, perangkat desa dan Badan Permusyawaratan desa (tuha peut). Artinya, permaslahan rangkap jabatan perangkat desa menjadi PPS kembali kepada peraturan KPU apakah ada pasal yang melarang perangkat desa menjadi PPS. Setau saya sampai saat ini tidak ada dalam peraturan KPU yang melarang perangkat desa menjadi PPS dan tidak ada syarat PPS tidak boleh dari perangkat desa bahkan tidak ada juga klausul PPS harus bekerja penuh waktu. Namun secara etika admisnistrasi PNS dan perangkat gampong mungkin perlu mendapat izin atasan jika mengikuti tes PPS.
Berbeda halnya dengan Jajaran pengawas pemilu yang secara tegas dinyatakan dalam Surat Badan Kepegawaian Negara Nomor CI.26-30/V/68-1/47 tanggal 23 mei Tahun 2018 perihal penjelasan pemberhentian sementar bagi PNS yang menjadi komisioner pada panwaslu ad hoc “Bahwa PNS yang menjadi anggota pada pengawas pemilu ad hoc termasuk kategori PNS yang diberhentikan sementara karena diangkat menjadi komisioner atau anggota lembaga non struktural sehingga tidak diberikan penghasilan sebagai PNS. Dalam syarat anggota pengawas pemilu harus mampu bekerja penuh waktu sebagai syarat dan dibuat pernyataan maka dimaknai tidak boleh ada jabatan lain yang mengikat selama menjadi pengawas pemilu. Aturan Pengawas pemilu yang seperti inilah seharusnya dimaknai sebagai jabatan lain yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang tersebut dalam Undang-Undang Desa bukan jabatan-jabatan yang ada dalam semua Undang-Undang!.
Seharusnya KPU harus mengeluarkan aturan yang jelas berbentuk regeling (peraturan) bukan beschikking (keputusan) atau argument terhadap rangkap jabatan perangkat desa menjadi PPK, PPS dan KPPS sehingga tidak terjadi polemik dan multi tafsir pada setiap musim tahapan pemilu serta menjadi rujukan KPU/KIP kabupaten/Kota dalam melaksanakan tahapan rekrutmen jajaran KPU yang bersifat ad hoc. Begitu juga KIP dan DPMGP4 Nagan Raya jangan langsung mengambil sikap dan manafsirkan peraturan perundang-undangan yang masih kabur apalagi yang menyebabkan kerugian pihak lain, tentunya akan menimbulkan efek hukum yang lain.
Alangkah lebih bijaknya KIP Kabupaten Nagan Raya fokus pada Peraturan Pemilu dan peraturan KPU kecuali secara tegas dan khusus disampaikan oleh surat edaran itupun harus dikaji dulu apakah sesuai dengan herarki pembentukan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau tidak. Begitu pula pemerintah kabupaten Nagan Raya melalui DPMGP4 Nagan Raya seharusnya hal seperti ini dari awal sudah ada langkah-langkah antisipasi jika memang mau melarang perangkat desa menjadi PPS karena alasan keuangan/gaji atau efektifitas pengelolaan pembangunan desa yang good goverman seperti yang disampaikan oleh Zulkarnain (Anggota DPRK Nagan Raya).