Filologi sebagai Konsep Kasih Sayang yang Berkelanjutan
Oleh: Silvia Febrina
Mahasiswi program studi pengembangan masyarakat islam fakultas dakwah dan komunikasi UIN Ar-raniry.
Disetiap suku bangsa pasti memiliki peninggalan masa lampau. Wujud peninggalannya bisa berupa benda fisik dan non fisik. Salah satu peninggalan masa lampau yang berupa fisik adalah naskah lama.
Naskah lama merupakan buku yang ditulis oleh nenek moyang kita atau orang-orang terdahulu. Membahas filologi adalah hal yang cukup menarik dewasa ini. Selain masih kurang dikenal oleh masyarakat karena ada yang berpersepsi bahwa filologi terlalu kaku dan kuno, namun pada hakikat yang sebenarnya filologi menyimpan begitu banyak fakta tentang realita masa lalu.
Berbagai macam ilmu pengetahuan sangat berkaitan erat dengan filologi. Bagaimana tidak! Banyak cabang keilmuan yang berakar pada ilmu filologi antara lain seperti ilmu sejarah, ilmu sastra, antropologi dan sosial budaya. Filologi adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari tentang dunia pernaskahan, sastra, dokumentasi sejarah, bahasa serta budaya masa lampau.
Budaya merupakan identitas suatu bangsa “sulit rasanya mengenal diri kita sekarang tanpa masa lalu” begitu kata sejarawan. Kebudayaan tradisional merupakan batu pijakan bagi keberadaan kita pada masa kini dan masa yang akan datang dalam mempelajari struktur-struktur kajian di masa lalu., dengan kata lain filologi merupakan sebuah celah atau jalan perantara agar kita bisa mempelajari teks tertulis, termasuk tulisan-tulisan kuno, pernaskahan kuno, serta dokumen-dokumen histori. Dalam konteks peninggalan yang terkubur, filologi dapat berperan dalam menggali kembali, memunculkan kepermukaan teks-teks yang tersembunyi atau terlupakan.
Kasih sayang tak mesti di utaran dengan ucapan bahkan yang melibatkan anggota fisik, kasih sayang bisa dirasakan melalui peninggalan-peninggalan yang sangat berharga, begitu juga dengan filologi suatu disiplin ilmu yang mengacu pada keberlangsungan yang terus menerus, konsisten dalam hubungan jangka panjang.
Ini adalah kasih sayang yang tidak hanya berlangsung sebentar, tetapi terus berkembang dan terpelihara seiring waktu. Keterkaitan antara kasih sayang dan ilmu filologi dapat ditinjau dari sudut pandang pemahaman, interpretasi, dan penghargaan terhadap karya sastra dan teks-teks sejarah.
Namun sekarang mungkin hanya segelintir orang yang masih menjaga rasa kasih sayangnya terhadap warisan-warisan budaya, faktanya untuk dimasa sekarang sulit sekali menemukan peninggalan-peninggalan warisan yang berbentuk fisik, bahkan jika ada mereka berinisiatif untuk menjualnya. Hal yang sama terjadi saat batu nisan makam raja-raja Aceh yang terdahulu, makam para syuhada, makam para pejuang, makam orang-orang alim yang sudah berlumut, bersemak bahkan banyak sampah disekelilingnya, tanpa ada perawatan sama sekali.
Bagi mereka itu adalah hal tabu, yang tak ada nilainya. Banyak diantara kita yang tahu tapi menutup mata seolah tidak terjadi apa-apa, tak peduli, acuh terhadap warisan yang ditinggalkan. Aceh negeri syuhada, darah syuhada mengalir didalamnya, keberkahan akan terasa apabila kita mampu menjaga, melestarikan, mencintai, memberikan perawatan yang kita mampu, dengan begitu kita akan tersadar berapa banyak konstrubusi mereka baik itu berbentuk tulisan, kitab dan lain sebagainya yang bisa kita nikmati hingga sekarang.
Salut sekali atas konstribusi bapak Tarmidzi Abdul Hamid direktur utama rumoeh manuskrip Aceh. Beliau mengumpulkan ratusan naskah-naskah kuno dibantu juga oleh istrinya ibu Nurul Husna yang juga ikut mengumpulkan benda-benda antik yang pernah di pakai oleh para leluhur, lalu dikumpulkan, dirawat, dijaga dengan sepenuh hati, sebagai bukti kecintaan beliau terhadap warisan budaya. Usaha yang patut diberikan apresi, karena butuh waktu, tenaga dan tim ahli untuk mengumpulkan benda-benda tersebut.
Filologi memang cenderung memiliki jumlah peminat yang lebih sedikit dibanding dengan beberapa disiplin ilmu lainnya, tetapi perlu diketahui filologi tetap menjadi bagian penting dalam memerankan pemahaman, interpretasi, dan pelestarian. Eksistensi filologi masih relevan dan terus berkembang dalam konteks akademik dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Saya berharap filologi mendapatkan pengakuan yang lebih luas dan minat yang lebih besar dari kalangan akademik dan masyarakat pada umumnya, melalui pengakuan dan peningkatan minat. Kita sebagai anak muda mulailah mengenal sedikit demi sedikit tentang filologi baik itu melalui pendidikan formal maupun non formal, dengan adanya upaya sentuhan dari tangan anak muda pelestarian dan digitalisasi naskah-naskah kuno akan terus berkembang.
Hal ini juga memberikan efek yang cukup positif, bahwa teks-teks kuno dapat dilestarikan dengan baik dan dapat diakses oleh para peneliti, para pelajar, dan masyarakat baik secara fisik maupun platform digital.
Bukalah mata, lihatlah disekeliling kita, ayo kita beraksi bukan hanya sekedar basa basi ***