Aceh menerapkan hukum cambuk tapi dianggap melanggar HAM,kenapa?

 Aceh menerapkan hukum cambuk tapi dianggap melanggar HAM,kenapa?

Oleh : Nailul Muna
Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara UIN Ar-Raniry Banda Aceh

Aceh dikenal sebagai provinsi berstatus Daerah Istimewa yang memiliki keistimewaan yang berbeda dengan daerah lain. Salah satu keistimewaan itu adalah penerapan hukum-hukum Islam dalam kehidupan sosial di Provinsi Aceh,salah satunya adalah hukum cambuk.

Sejak diberlakukannya Hukuman Cambuk di Aceh banyak muncul pro dan kontra di kalangan masyarakat. Bagaimana Pandangan Hukum Islam dan HAM terhadap Hukuman Cambuk di Aceh?

HAM dalam versi barat bersifat antroposentrisme yang menekankan kepada hak individu dan melepaskan manusia dari setingnya yang terpisah dengan Tuhan. Sedangkan dalam Islam, HAM bersifat theosentris yang memiliki sifat ketuhanan. Dalam pengertian demikian, manusia bekerja sesuai dengan kesadaran dan kepatuhan kepada Allah, dan bahwa HAM adalah anugerah Tuhan, dan setiap orang bertanggung jawab terhadap Tuhan.

Adapun hasil penelitian menjelaskan bahwa hukuman cambuk di Aceh tidak dapat dikatakan melanggar HAM, karena pada pelaksanaannya sudah sangat memperhatikan aspek keselamatan bagi terpidana cambuk, dan juga hukuman cambuk yang berlaku di Aceh sudah merujuk pada sumber hukum Islam, yaitu al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad SAW. kemudian di formilkan melalui Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014.

Jika dibandingkan dengan hukuman penjara maka hukum cambuk lebih manusiawi, karena mengurung terpidana dalam batasan waktu yang lama dapat merampas hak terpidana untuk melakukan aktifitasnya kembali di tengah masyarakat.

Secara fisik, hukuman cambuk bertujuan untuk memberikan rasa sakit dan menimbulkan ketakutan bagi pelaku atau masyarakat yang menyaksikan. Sedangkan tujuan secara psikis berkaitan dengan rasa malu karena pelaku dihukum di depan masyarakat luas.sehingga para pelaku atau Masyarakat akan berfikir berulang kali sebelum berbuat Jarimah.

Pelaksanaan hukuman cambuk tidak dimaksudkan untuk mengakibatkan luka atau cacat fisik terhadap si terhukum. Suatu tindakan bisa dianggap melanggar HAM apabila hukuman itu dilaksanakan terhadap orang yang tidak bersalah.

Berdasarkan pasal 3 ayat 2, pelanggaran yang diatur dalam qanun meliputi:

1. Khamar (minum minuman yang memabukkan)
2. Maisir (berjudi)
3. Khalwat (berdua-duaan pria-wanita bukan muhrim di tempat sepi)
4. Ikhtilath (bercumbu dengan pasangan bukan muhrim)
5. Zina
6. Pelecehan seksual
7. Pemerkosaan
8. Qadzaf (menuduh seseorang berzina tanpa dapat mengajukan empat saksi)
9. Liwath (gay)
10. Musahaqah (lesbian).

Kesepuluh pelanggaran itu berpotensi membuat pelanggar dicambuk meski kadang hakim menjatuhi hukuman penjara. Untuk diketahui, satu kali cambuk setara dengan 30 hari penjara.

Tujuan pelaksanaan hukuman cambuk yang diterapkan di Aceh saat ini diantaranya adalah sebagai upaya dalam mencegah masyarakat untuk melakukan pelanggaran hukum jinayat.

Oleh karena itu hukuman cambuk merupakan sesuatu yang dibolehkan dalam agama Islam dan juga disetujui oleh Mahkamah Agung Indonesia, jadi tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa hukuman cambuk melanggar Hak Asasi Manusia.

Kepala Dinas Syariat Islam Provinsi Aceh Munawar menegaskan, hukum syariat Islam yang diterapkan di Aceh tidak bertentangan dengan hak asasi manusia atau HAM

“Kami tegaskan bahwa hukum syariat Islam yang diterapkan di Aceh tidak bertentangan HAM,” kata Munawar di Banda Aceh, Selasa. ***

Redaksi

http://hababerita.com

Lihat Dunia Lebih Dekat

Related post